Senin, 23 Agustus 2010

Adakah Anda Mengerti yang Anda Baca

Membaca itu penting, bahkan sangat penting dan perlu! Tetapi kalau kita harus jujur, tidak semua yang kita baca dapat kita mengerti apa yang dimaksudkan oleh penulisnya! Kalau benar demikian, lalu siapakah yang salah? Si pembaca atau penulisnya? Jelas ada perbedaan antara berbicara, berpidato, berkhotbah dan menulis! Walau keduanya berbeda, namun tetap ada satu hal mendasar yang harus dipenuhi oleh keduanya! Baik pembicara, terlebih lagi penulis, siapa pun dia harus memerhatikan pendengar atau pembacanya. Lalu mengapa penulis lebih "istimewa"? Ketika seseorang menulis, dia memunyai waktu lebih banyak untuk berpikir dan berpikir ulang! Dia seharusnya berani bertanya kepada diri sendiri, misalnya: dapatkah para pembacanya benar-benar memahami istilah-istilah yang dia pilih bagi pembacanya atau tidak? Sedangkan bagi pembicara, begitu dia menyadari pendengarnya tampak bingung atau ragu-ragu dari pandangan matanya, dengan cepat dia dapat mengulangi apa yang dikatakan dengan menggunakan istilah lain yang lebih mudah dimengerti pendengarnya. Pembicara juga masih memunyai "kelebihan" lain karena selagi dia bicara biasanya dia juga menggunakan bahasa tubuh, misalnya dengan gerakan-gerakan tangan atau jari-jarinya! Tetapi bagi penulis?

Membangkitkan semangat senang membaca itu baik bahkan perlu! Tetapi masalahnya adalah: Bagaimana para (calon) pembaca akan tertarik atau "terpancing" rasa ingin tahunya untuk membaca kalau judulnya saja sudah kurang menarik? Bagaimana calon pembaca (yang coba dirangsang minatnya) akan tertarik ketika kalimat-kalimat pembukaan dan kalimat-kalimat selanjutnya semakin menjadikan keningnya berkenyut? Bagaimana pembaca akan dapat tertarik untuk melanjutkan bacaannya kalau masalah yang dibahas penulis bukan bidang yang diminatinya. Parahnya lagi kalau dia tidak mengerti apa yang sedang dibacanya?

Sangat jelas bahwa tugas inti setiap pembicara atau pun penulis adalah membimbing, mendampingi, mendidik, mengajar, memberdayakan para pendengar atau pembacanya. Jadi kalau syarat yang paling mendasar tadi tidak dipenuhi, akan sia-sia! Bukan hanya itu, hasilnya malah menjadikan orang kebanyakan tidak senang membaca! Itu juga sebabnya gereja selalu mencari dan mengundang pembicara yang berbobot (baca: apa yang diajarkan dapat diterima dengan mudah dan bermutu). Warga gereja juga selalu mencari atau memilih buku atau tulisan yang berguna (bermanfaat). Sekali lagi karena isinya "tetes, titis, tatas, dan tuntas" (gamblang, mengenai sasaran, bersih dan penuh utuh!). Hanya apabila yang didengar dan dibaca oleh umat itu mudah dimengerti dan disajikan secara sederhana dan menarik (istilah canggihnya: bahasa populer, bahasa rakyat atau bahasa jalanan) maka minat baca umat akan semakin dirangsang!

Paulus yang sangat berhati-hati, masih perlu mengingatkan Timotius dan semua orang yang "akan menulis" (mengajar) agar tidak ada seorang pun yang bermain-main dengan kata-kata! Walau mungkin kedengarannya sangat "mengesankan" tetapi sesungguhnya hal semacam itu sama sekali tidak berguna malah hanya akan mengacaukan orang yang membacanya! "Engkau sendiri (Timotius) jangan bermalas-malasan. Usahakanlah dengan sangat sungguh-sungguh. Dan ingatlah, engkau seharusnya tahu bahwa engkau harus menulis dengan bertanggungjawab langsung, pertama dan terutama kepada Allah, baru kepada para pembaca tulisanmu! Hanya dengan cara demikian engkau sebagai orang yang (akan) menulis apapun juga, engkau tidak akan dipermalukan! Engkau tidak akan menjadi malu karena apa yang engkau tuliskan, telah engkau teliti secara cermat sehingga hasilnya menjadi begitu jernih, bersih, jelas, dan tidak memberikan tempat pada si penipu untuk memutarbalikkan kebenaran yang Allah kehendaki untuk engkau tuliskan bagi semua pembaca tulisanmu!"

Membaca itu baik, perlu, dan malah terus harus ditumbuhkembangkan agar kita tidak menjadi bingung di zaman yang kebanjiran banyak informasi (baca: berbagai pengajaran, filsafat bahkan ajaran yang diklaim sebagai wahyu langsung dari Tuhan). Sebagai penutup izinkan saya mengutip (sekali lagi saya akan dengan sadar dan sengaja mengubah istilah-istilah seperlunya!) kebenaran yang dikatakan oleh Tuhan kita. "Apa yang Kukatakan kepadamu dalam istilah-istilah yang masih terselubung bagi orang lain, nyatakanlah ke dalam tulisan dengan bahasa yang tidak mungkin akan disalahmengerti; dan apa yang dibisikkan ke telingamu (hanya untukmu tetapi sesungguhnya sangat berguna bagi banyak orang lain yang belum pernah mendengar atau yang belum mengerti), "tuliskanlah" dengan huruf yang besar-besar sehingga mudah untuk dibaca dan dipahami oleh khalayak ramai." (cf.Matius 10:27). Semoga! (J2)

Baik berbicara atau pun menulis (intinya tetap sama: mengajar orang lain!). Bayangkan kalau bicaranya dan tulisannya berhamburan dengan istilah-istilah yang "serba wah, mengagumkan, sama sekali ASING" karena banyak menggunakan istilah-istilah Inggris, Yunani, Ibrani, Jerman, Latin, bahkan bahasa Jawa. Juga kebiasaan mengutip para filsuf terkenal yang merupakan "makanan" yang sangat asing bagi para pendengar ataupun pembacanya! Bukankah "kebiasaan" semacam itu dapat menjadi semacam permainan "bersilat kata" juga! Pembaca pada umumnya tidak membutuhkan membaca tesis atau paper ilmiah tetapi yang praktis, mendarat, mengena, tetapi bukan diencerkan! Tujuannya agar yang "sebelumnya kurang tahu menjadi semakin tahu dan mengerti!"